Aku lahir pada tanggal 15 mei 1997. Aku adalah anak pertama dari
pasangan Drs.Muhammad Ishom, M.A. dan Mukhlisoh, S.Ag. Aku lahir di
kabupaten Cilacap, letaknya barat laut dari kota Cilacap. Ayahku
berasal dari Solo sedangkan ibuku berasal dari Cilacap. Kedua orang
tuaku menikah pada tahun 1991. Pada umur seratus hari aku pindah ke Solo
dan membuka lembaran hidupku.
Saat aku berusia satu tahun
terjadi krisis politik di Indonesia juga di kotaku di Solo mereka
mendemo agar presiden waktu itu Soeharto mundur dari jabatannya sebagai
presiden republik Indonesia.
Tahun 1998 terjadi perubahan besar.
Presiden Soeharto saat itu lengser dan orde baru tumbang setelah
terjadi demo besar-besaran di seluruh Indonesia, terutama jakarta dan
Solo. Aku mengenal politik karena di tahun itulah ada pemilu. Aku pun
ikut kampenye salah satu partai besar waktu itu di Indonesia.
Di
umurku tiga tahun aku sering di ajak ke stasiun untuk melihat kereta
api nyaris setiap hari aku naik kereta api, saking setiap hari aku hafal
jadwal kereta dan namanya. Disanalah aku tahu tentang salah satu alat
transportasi. Aku bercita-cita ingin jadi seorang masinis saat itu.
Kereta yang sering ku naiki saat itu adalah prambanan express yang
bertujuan dari Solo ke Jogjakarta, namun aku jarang setiap hari naik
kereta itu sampai Jogjakarta, paling hanya sampai di stasiun jebres,
selain kereta itu aku naik kereta api tujuan Solo ke Wonogiri, saat itu
harga tiket masih lima ratus rupiah jadi cikup terjangkau. Selain itu
aku kerap main games, tak sembarangan game yang aku mainkan yaitu game
balap motor, relly, motocross, Super Football game. Karena itulah aku
sering melakukan coba-coba dengan game itu. Anak seusia aku belum dapat
memainkannya. Dan karena itulah aku tertalik untuk menyenangi komputer.
Umur
empat tahun aku tetap sama seperti umurku yang lalu, namun aku mulai
tertarik dengan dunia protet dan ekonomi. Ayahku dulu seorang
photographer, karena itulah aku sering ikut mempotret kehidupan di
sekitarku seperti kemiskinan. Dahulu pula ayahku seorang keriyawan
koprasi salah satu pondok terkenal di kota Solo. Selain ayahku pamanku
juga bekerja disana.
Di umur lima tahun aku sekolah di TK
dekat kantor ibuku yang tak jauh dari tempat kerja ayahku dan juga
rumahku. Saat pagi hari bila aku belum makan aku selalu menyempatkan
membeli soto dan secangkir teh hangat, namun aku bukanlah anak yang
manja, aku makan sendiri dan tanpa di temani orangtuaku. Di tahun
itulah aku mengenal sepak bola karena di tahun 2002 ada pagelaran piala
dunia di Korea Selatan dan Jepang, dan menjadi FIFA World Cup pertama di
Asia. Namun aku tidak menonton dirumah karena aku tak punya tv saat itu
jadi aku menonton di rumah kakek ku, Aku setiap malam ke rumah kakek
ku. Saat itu kejutan terjadi ketika tuan rumah Korea Selatan menjadi
under dog dengan masuk di empat besar. Saat itu aku aku kenal beberapa
pemain dunia seperti, Ronaldo (Brazil) Ronaldinho (Brazil) Kahn (Jerman)
Ki Heon Seol (Korea Selatan) Zinaidine Zidane (Prancis) aku sangat
terpukau dengan samba yang dilakukan oleh Ronaldinho dan Penyelamatan
gemilang oleh kiper Oliver Kahn. Dari awal aku sangat yakin bahwa Brazil
atau Jerman akan menjadi finalis piala dunia setelah krisis 1998. Dan
tebakan itu pun terjadi Brazil dan Jerman bertemu, saat itu aku terpukau
dengan penyelmatan berkali kali, namun gol yang di lesatkan oleh
Ronaldo menjadi penetu kemenangan dan menjadi Brazil mengoleksi lima
piala dunia. Pada tanggal 17 Desember 2002 aku mempunyai adik yang
bernama Ahmad Danial Latief.
Tahun 2003 aku pun masuk SD.
Sekolahnya dekat dengan rumahku. Juga di tahun itulah kecemburuan aku
pada adikku mulai, aku merasa adik selalu diperhatikan sedamgkan aku
merasa sama sekali kurang, namun aku bebas salah satu peraturan yang
dibuat oleh ibuku yaitu tidur siang, karena ibuku mengasuh adikku saat
itulah aku di perbolehkan melihat dunia luar, ternyata dunia luar itu
membutuhkan persaingan. Aku pun menyadari bahwa persaingan pasti ada,
namun aku mulai tahu bahwa kecemburuanku terhadap adikku sia-sia karena
aku tetaplah diperharhatikan namun dengan cara yang lain. Aku mulai
sadar kecemburuan itu tak berbuah apa-apa, namun malah berbuah dosa
karena selalu melakukan sangkaan yang tidak-tidak, walaupun begitu aku
tetap dimarahi, ya masalah biasa usil. Di kelas satu aku juga merasakan
persaingan. Di kelasku dulu ada persaingan antar blok yaitu blok meja
kiri dan meja kanan. Kalau meja kiri berhalauan keras, apathies,
sedangkan meja kanan berhalauan lembut, tapi kelompok anak orang kaya
(Kemaki Bahasa indonesianya sok). Untung saja sadar keduanya tidak
sesuai. Ahirnya aku lepas karena aku tak punya nyali, dan aku orangnya
tak pakai kekerasan. Di kelas satu aku kelihatan dyslexia salah satu
kesulitan belajar.
Di umurku ke tujuh tahun aku mulai mengenal
lebih jauh sepak bola karena ku dibelikan televisi oleh karena pada
tahun tersebut EURO 2004 dilaksanakan di Portugal, tapi aku tidak
menonton di rumah tapi di desa, saat itu musim liburan. Saat itu aku
menjagokan Yunani dan Inggris, namun Inggris terhenti, jadi aku
menjagokan Yunani sebagai jawara EURO 2004 Portugal. Dan benar tim kuda
hitam dari eropa timur ini menjadi juara. Saat itu beruntung. Saat
sebelum final aku sempat ketiduran di perpustakaan pondok milik kakekku.
Beruntung saat itu paman membangunkan aku. Sebelum aku berangkat ke
rumah adik ibuku aku di belikan snack ringan. Saat kick off di mulai aku
ngantuk jadi aku tidur. Aku terbangun pada dua menit sebelum gol
terjadi hatiku berfirasat gol akan terjadi melalui umpan bola mati.
Saat itu serangan counter attack dilakukan oleh Yunani. Bola pun keluar
lapangan dan Yunani mendapatkan corner kick. Saat korner terjadi aku
merasa bahwa akan terjadi gol. Dan benar gol yang dilesatkan melalui
sundulan ini menjadi penentu kemenanga tipis 1-0 untuk Yunani. Aku
sangat bergembira, namun saking gembira aku sampai tidur pukul dua
malam. Aku tidur di sana karena rumah pamanku sedang di tinggal ke
Tasikmalaya.
Delapan tahun aku berada di dunia ini. Di kelas
dua aku semaking turun prestasi belajarku. Ini disebabkan karena aku
memiliki kusulitan belajar(dyslexia). Dyslexia itu adalah persoalan
keturunan dari ayah sampai keturunan yang tak bisa disebutkan juga
mengalaminya, namun pada saat itu keluargaku belum mengetahuinya, jadi
aku sering dimarahi oleh kedua orang tuaku. Aku sangat ingin keluar dari
sekolah dan memilih home schooling sebagai alternative. Saat itu ayah
merespon kalau home schooling itu bisa, namun ayahku memikirkan
ijazahku nanti. Karena aku tidak sekolah dengan formal.
Kelas
tiga aku semakin terpuruk. Tengah semerter II aku menghuni papan bawah
rangking kelas. Aku making frustasi untuk naik kembali. Dari kelas satu
sampai kelas enam. Aku rangking paling jelek adalah di kelas tiga,
karena aku enam terbawah dari empat puluh dua anak. Pelajaran yang
termasuk dapat nilai merah, sebagai berikut: Matematika, IPA, Basaha
Arab, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Fiqih, Al qur’an Hadist, PAI,
dll. Hanya empat pelajaran, diantaranya yang paling baik IPS dengan
nilai 84.
Kelas empat aku mulai lagi dari enol, karena paham
tentang dyslexia ayahku tahu minatku. Minatku adalah di IT. Kemahiranku
dalam computer semakin meyakinkan ayahku. Tanggal 26 Juni 2007 aku
khitan. Di kelas empat banyak kemajuan walaupun tidak secara express,
namun step by step.
2008 aku naik ke kelas lima. Kelas itulah
aku naik siknifikan hasil belajarku. Hanya MTK, IPA saja yang kurang
baik. Dalam IPS aku mendapat nilai bagus karena termuat sejarah.
Walaupun di awal terseok seok di akhir dapat nilai cukup. Bakat lain
tumbuh yaitu menyanyi. Aku jawara menyanyi dalam satu kelas. Aku
memperoleh 95 nilai terbaik. Nilaiku didapat dari menyanyikan lagu Himne
Guru yang dimainkan secara acoustic.
Di kelas enam aku harus
memikul beban berat karena kakak kelas aku lulus 100% dan menjadi
peringkat satu. Naik terus grafikku dalam belajar. Namun di kelas enam
angkatanku di sebut angkatan terburuk dalam sejarah sekolah. Setiap try
out sekolah tidak sekalipun mendapat jawara. Tanggal 11 – 13 Mei 2009
aku menghadapi ujian nasional (UASBN). Aku merasa sangat tegang dan
sangat ingin tahu berapa nilaiku. Akhirnya kudapatkan nilai 24.35 yang
cukup low power untuk memasuki SMP unggulan (favorit). Aku meniggalkan
seribu kenangan dari kelas satu hingga enam sekolah dasar (SD).
Melanjutkan sekolah di MTsN 1 Solo. Saat hari ke empat aku menangis saat
akan tidur karena aku masih teringat teman temanku SD. Sekarang aku
menjalani sekolah dengan baik.
Saat ini aku duduk di kelas XI IPA 4 SMA Negeri 7 Kota Surakarta.
Minggu, 30 Maret 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar