Berkunjung Ke Pool PO Bis Cepat Budiman

Cerita pengalamanku, ketika aku berkunjung ke Pool PO Bis Cepat Budiman untuk pertama kalinya.

Under Construction

Under Construction

Under Construction

Under Construction

Under Construction

Under Construction

Under Construction

Under Construction

Minggu, 30 Maret 2014

My Biography

Aku lahir pada tanggal 15 mei 1997. Aku adalah anak pertama dari pasangan Drs.Muhammad Ishom, M.A. dan Mukhlisoh, S.Ag. Aku lahir di kabupaten Cilacap, letaknya barat laut dari kota Cilacap. Ayahku berasal dari Solo sedangkan ibuku berasal dari Cilacap. Kedua orang tuaku menikah pada tahun 1991. Pada umur seratus hari aku pindah ke Solo dan membuka lembaran hidupku.

Saat aku berusia satu tahun terjadi krisis politik di Indonesia juga di kotaku di Solo mereka mendemo agar presiden waktu itu Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden republik Indonesia.

Tahun 1998 terjadi perubahan besar. Presiden Soeharto saat itu lengser dan orde baru tumbang setelah terjadi demo besar-besaran di seluruh Indonesia, terutama jakarta dan Solo. Aku mengenal politik karena di tahun itulah ada pemilu. Aku pun ikut kampenye salah satu partai besar waktu itu di Indonesia.

Di umurku tiga tahun aku sering di ajak ke stasiun untuk melihat kereta api nyaris setiap hari aku naik kereta api, saking setiap hari aku hafal jadwal kereta dan namanya. Disanalah aku tahu tentang salah satu alat transportasi. Aku bercita-cita ingin jadi seorang masinis saat itu. Kereta yang sering ku naiki saat itu adalah prambanan express yang bertujuan dari Solo ke Jogjakarta, namun aku jarang setiap hari naik kereta itu sampai Jogjakarta, paling hanya sampai di stasiun jebres, selain kereta itu aku naik kereta api tujuan Solo ke Wonogiri, saat itu harga tiket masih lima ratus rupiah jadi cikup terjangkau. Selain itu aku kerap main games, tak sembarangan game yang aku mainkan yaitu game balap motor, relly, motocross, Super Football game. Karena itulah aku sering melakukan coba-coba dengan game itu. Anak seusia aku belum dapat memainkannya. Dan karena itulah aku tertalik untuk menyenangi komputer.

Umur empat tahun aku tetap sama seperti umurku yang lalu, namun aku mulai tertarik dengan dunia protet dan ekonomi. Ayahku dulu seorang photographer, karena itulah aku sering ikut mempotret kehidupan di sekitarku seperti kemiskinan. Dahulu pula ayahku seorang keriyawan koprasi salah satu pondok terkenal di kota Solo. Selain ayahku pamanku juga bekerja disana.

Di umur lima tahun aku sekolah di TK dekat kantor ibuku yang tak jauh dari tempat kerja ayahku dan juga rumahku. Saat pagi hari bila aku belum makan aku selalu menyempatkan membeli soto dan secangkir teh hangat, namun aku bukanlah anak yang manja, aku makan sendiri dan tanpa di temani orangtuaku. Di tahun itulah aku mengenal sepak bola karena di tahun 2002 ada pagelaran piala dunia di Korea Selatan dan Jepang, dan menjadi FIFA World Cup pertama di Asia. Namun aku tidak menonton dirumah karena aku tak punya tv saat itu jadi aku menonton di rumah kakek ku, Aku setiap malam ke rumah kakek ku. Saat itu kejutan terjadi ketika tuan rumah Korea Selatan menjadi under dog dengan masuk di empat besar. Saat itu aku aku kenal beberapa pemain dunia seperti, Ronaldo (Brazil) Ronaldinho (Brazil) Kahn (Jerman) Ki Heon Seol (Korea Selatan) Zinaidine Zidane (Prancis) aku sangat terpukau dengan samba yang dilakukan oleh Ronaldinho dan Penyelamatan gemilang oleh kiper Oliver Kahn. Dari awal aku sangat yakin bahwa Brazil atau Jerman akan menjadi finalis piala dunia setelah krisis 1998. Dan tebakan itu pun terjadi Brazil dan Jerman bertemu, saat itu aku terpukau dengan penyelmatan berkali kali, namun gol yang di lesatkan oleh Ronaldo menjadi penetu kemenangan dan menjadi Brazil mengoleksi lima piala dunia. Pada tanggal 17 Desember 2002 aku mempunyai adik yang bernama Ahmad Danial Latief.

Tahun 2003 aku pun masuk SD. Sekolahnya dekat dengan rumahku. Juga di tahun itulah kecemburuan aku pada adikku mulai, aku merasa adik selalu diperhatikan sedamgkan aku merasa sama sekali kurang, namun aku bebas salah satu peraturan yang dibuat oleh ibuku yaitu tidur siang, karena ibuku mengasuh adikku saat itulah aku di perbolehkan melihat dunia luar, ternyata dunia luar itu membutuhkan persaingan. Aku pun menyadari bahwa persaingan pasti ada, namun aku mulai tahu bahwa kecemburuanku terhadap adikku sia-sia karena aku tetaplah diperharhatikan namun dengan cara yang lain. Aku mulai sadar kecemburuan itu tak berbuah apa-apa, namun malah berbuah dosa karena selalu melakukan sangkaan yang tidak-tidak, walaupun begitu aku tetap dimarahi, ya masalah biasa usil. Di kelas satu aku juga merasakan persaingan. Di kelasku dulu ada persaingan antar blok yaitu blok meja kiri dan meja kanan. Kalau meja kiri berhalauan keras, apathies, sedangkan meja kanan berhalauan lembut, tapi kelompok anak orang kaya (Kemaki Bahasa indonesianya sok). Untung saja sadar keduanya tidak sesuai. Ahirnya aku lepas karena aku tak punya nyali, dan aku orangnya tak pakai kekerasan. Di kelas satu aku kelihatan dyslexia salah satu kesulitan belajar.

Di umurku ke tujuh tahun aku mulai mengenal lebih jauh sepak bola karena ku dibelikan televisi oleh karena pada tahun tersebut EURO 2004 dilaksanakan di Portugal, tapi aku tidak menonton di rumah tapi di desa, saat itu musim liburan. Saat itu aku menjagokan Yunani dan Inggris, namun Inggris terhenti, jadi aku menjagokan Yunani sebagai jawara EURO 2004 Portugal. Dan benar tim kuda hitam dari eropa timur ini menjadi juara. Saat itu beruntung. Saat sebelum final aku sempat ketiduran di perpustakaan pondok milik kakekku. Beruntung saat itu paman membangunkan aku. Sebelum aku berangkat ke rumah adik ibuku aku di belikan snack ringan. Saat kick off di mulai aku ngantuk jadi aku tidur. Aku terbangun pada dua menit sebelum gol terjadi hatiku berfirasat gol akan terjadi melalui umpan bola mati. Saat itu serangan counter attack dilakukan oleh Yunani. Bola pun keluar lapangan dan Yunani mendapatkan corner kick. Saat korner terjadi aku merasa bahwa akan terjadi gol. Dan benar gol yang dilesatkan melalui sundulan ini menjadi penentu kemenanga tipis 1-0 untuk Yunani. Aku sangat bergembira, namun saking gembira aku sampai tidur pukul dua malam. Aku tidur di sana karena rumah pamanku sedang di tinggal ke Tasikmalaya.

Delapan tahun aku berada di dunia ini. Di kelas dua aku semaking turun prestasi belajarku. Ini disebabkan karena aku memiliki kusulitan belajar(dyslexia). Dyslexia itu adalah persoalan keturunan dari ayah sampai keturunan yang tak bisa disebutkan juga mengalaminya, namun pada saat itu keluargaku belum mengetahuinya, jadi aku sering dimarahi oleh kedua orang tuaku. Aku sangat ingin keluar dari sekolah dan memilih home schooling sebagai alternative. Saat itu ayah merespon kalau home schooling itu bisa, namun ayahku memikirkan ijazahku nanti. Karena aku tidak sekolah dengan formal.

Kelas tiga aku semakin terpuruk. Tengah semerter II aku menghuni papan bawah rangking kelas. Aku making frustasi untuk naik kembali. Dari kelas satu sampai kelas enam. Aku rangking paling jelek adalah di kelas tiga, karena aku enam terbawah dari empat puluh dua anak. Pelajaran yang termasuk dapat nilai merah, sebagai berikut: Matematika, IPA, Basaha Arab, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Fiqih, Al qur’an Hadist, PAI, dll. Hanya empat pelajaran, diantaranya yang paling baik IPS dengan nilai 84.

Kelas empat aku mulai lagi dari enol, karena paham tentang dyslexia ayahku tahu minatku. Minatku adalah di IT. Kemahiranku dalam computer semakin meyakinkan ayahku. Tanggal 26 Juni 2007 aku khitan. Di kelas empat banyak kemajuan walaupun tidak secara express, namun step by step.

2008 aku naik ke kelas lima. Kelas itulah aku naik siknifikan hasil belajarku. Hanya MTK, IPA saja yang kurang baik. Dalam IPS aku mendapat nilai bagus karena termuat sejarah. Walaupun di awal terseok seok di akhir dapat nilai cukup. Bakat lain tumbuh yaitu menyanyi. Aku jawara menyanyi dalam satu kelas. Aku memperoleh 95 nilai terbaik. Nilaiku didapat dari menyanyikan lagu Himne Guru yang dimainkan secara acoustic.

Di kelas enam aku harus memikul beban berat karena kakak kelas aku lulus 100% dan menjadi peringkat satu. Naik terus grafikku dalam belajar. Namun di kelas enam angkatanku di sebut angkatan terburuk dalam sejarah sekolah. Setiap try out sekolah tidak sekalipun mendapat jawara. Tanggal 11 – 13 Mei 2009 aku menghadapi ujian nasional (UASBN). Aku merasa sangat tegang dan sangat ingin tahu berapa nilaiku. Akhirnya kudapatkan nilai 24.35 yang cukup low power untuk memasuki SMP unggulan (favorit). Aku meniggalkan seribu kenangan dari kelas satu hingga enam sekolah dasar (SD). Melanjutkan sekolah di MTsN 1 Solo. Saat hari ke empat aku menangis saat akan tidur karena aku masih teringat teman temanku SD. Sekarang aku menjalani sekolah dengan baik.

Saat ini aku duduk di kelas XI IPA 4 SMA Negeri 7 Kota Surakarta. 

Cibiru Memories


Akhir tahun lalu, tepatnya Desember kemarin, aku berlibur ke kota kembang Bandung. Selapas muter-muter kota kembang, sekitar pukul 11.30 menuju ke Terminal Cicaheum untuk melanjutkan perajalan ke Tasikmalaya. Karena padatnya jalan, bis tidak kunjung datang, sementara penumpang menumpuk. Daripada kelamaan nunggu, dan perut udah keroncongan, akhirnya aku putuskan untuk menikmati Bakso di dekat Terminal Cicaheum. Selesai makan, aku kembali ke Terminal Cicaheum.


Dan akhirnya datang juga bis Budiman IL 073 tujuan Tasikmalaya-Bandung. Seketika, ketika bis masuk ke Terminal Cicaheum, penumpang yang telah lama menunggu langsung berebut kursi. Awalnya aku mengincar kursi paling depan, namun apa daya, aku sama sekali belum pernah ke Terminal Cicaheum sebelumnya. Aku belum punya pengalaman mengenai hal yang satu ini.

Akhirnya bukan hot seat yang kudapat, tapi kursi deket pintu belakang yangkudapat pada akhirnya. Tak lama kemudian, bis langsung putar badan, capcuss dari Terminal Cicaheum. *Goodbye Bandung, kamu kenangan dehh pokoknya*

Duduk di kursi belakang, menjadi hal yang menarik bagiku, karena dari kursi belakang, aku bisa melihat seluruh kondisi penumpang di dalam bis.

Sampailah bis di Pool Cibiru (Pool milik PO Budiman cabang Bandung). Ini adalah kali pertama aku di Pool Cibiru, karena sebelumnya aku nggak pernah ke tempat tersebut.

Selama ini aku cuma nonton foto orang-orang yang nge-upload tentang kondisi Pool Cibiru.

Naah di bagian inilah, kenapa aku mengambil judul Cibiru Memories.

Ketika itu, tidak hal yang aneh di mataku. Hingga akhirnya sejenak mataku melihat kondisi luar, dimana para penumpang yang naik dari Pool Cibiru mulai naik ke dalam bis satu persatu. Padahal ketika itu bis sudah aku anggap penuh.

Mataku kemudian tertuju kepada seorang laki-laki dewasa yang sibuk membantu penumpang dan kenek yang sedang memasukkan barang ke dalam bagasi bis. Awalnya aku anggap dia adalah seorang crew. Tapi kalopun itu crew, masa nggak pake seragam.

Selang kemudian, ada seorang ibu bersama keempat anaknya yang hendak menaiki bis, lagi-lagi orang tersebut membantu dengan mengendong anak yang paling kecil diantara keempat anak dari ibu tersebut. Anggapanku bahwa dia crew berubah. Mungkin dia suami dari ibu tersebut.

Kemudian pikiranku berubah lagi. Kok pas anak yang paling kecil di bantu untuk di naikin ke dalam bis, dia merengek nangis. Anak tersebut juga merasa asing dengan orang yang menggendongnya. Tatapan wajahnya seakan menunjukkan rasa asing kepada orang tersebut.

Aku yang awalnya duduk di kursi paling belakang, ternyata terkejut melihat di bagian belakangku ternyata masih ada tempat yang di fungsikan sebagai kursi cadangan.

Setelah membantu ibu dan keempat anaknya, dia masih saja membantu penumpang lain, kali ini berusaha mencarikan tempat bagi penumpang yang masih belum keangkut. Pikiranku kembali ke prediksi awalkubahwa dia adalah seorang crew.

Setelah selesai membantu, dia kemudian turun dari dalam bis. Selang beberapa saat kemudian dia kembali naik ke dalam bis dengan membawa sebuah gitar.

Betapa terkejutnya aku. Ternyata dia bukanlah suami dari ibu tadi, ataupun crew bis. Ternyata dia adalah seorang pengamen.

Selama di dalam bis, aku adalah orang yang paling merasa minder, karena komunikasi di dalam bis full seluruhnya pake Bahasa Sunda, sementara aku asyik berbincang dengan pamankudengan Bahasa Jawa. Hingga kemudian salah satu anak dari ibu tadi bertanya kepada ibunya.

"Papat teh naon?" tanya anak tersebut kepada ibunya.

"Papat teh Opat. Eta basa jawa" jawab ibu tersebut.

"Eta Urang jawa?" sahut anak ibu tersebut.
 
Aku pun tersenyum kecil tersipu malu, karena sebelum anak tersebut bertanya kepada ibunya, aku berkata kepada pamanku yang ada di sampingku.

"Piye iki lek, nek dalane macet koyo ngene, tekan Tasik iso tekan jam papat iki" ucapku.

"Jam papat, iso wae. Hla wong aku yo sakdurunge yo rung tau numpak bis Bandung-Tasik og Lan. Nikmati wae, hla wong iki liburan yo dalan macet wis lumrah." jawab pamanku.

Selang bebarapa lama, pengamen tadi akhirnya memetik gitarnya untuk bernyanyi. Di saat itu dia menyanyikan tembang sunda yangkunggak tau maksud dari lagu tersebut. 

Betapa tersentuhnya hatiku kepada pengamen tersebut. Ketika ia selesai menyanyi dan kemudian meninta uluran tangan seikhlasnya kepada para penumpang, sedikit penumpang yang menggubrisnya, mungkin karena kebanyakan dari penumpang tertidur. Penumpang yang tidak tertidur juga sedikit mengulurkan tangannya kepada pengamen tersebut. Lebih parah lagi, orang yang sewaktu di Pool Cibiru di bantu sama pengamen tersebut, juga ikut-ikutan acuh tak acuh.

Tapi meskipun begitu, pengamen tadi tidak membentak atau berlaku kasar kepada penumpang yang tidak berkenan memberikan uluran tangan seikhlasnya. Ia juga tidak mengeluh karena tidak di beri. Ia tetap tersenyum dan berucap terima kasih kepada para penumpang, baik yang mengulurkan ataupun tidak sama sekali. Uang berapa pun itu yang ia terima, ia terima dengan apa adanya, meskipun ada salah satu penumpang yang hanya memberikan uang receh di bawah Rp500.

Mungkin pengamen tersebut menyadari bahwa yang rasa keikhlaslasan itu lebih tinggi, daripada besarnya uang yang ia terima.

Kegagalanku untuk mendapatkan hot seat ternyata berbuah kepada sebuah pelajaran hidup yang begitu berharga bagiku. Bagiku teladan hidup dapat diperoleh dari siapa saja, bukan hanya dari Da'i, Ustad, Kyai, Ulama ataupun Tokoh Masyarakat.

Belum tentu mereka yang kita anggap dapat dijadikan teladan dalam kehidupan kita melakukan apa yang dilakukan oleh pengamen tadi. TALK LESS DO MORE, better than TALK MORE AND MORE.

Aku berdoa dan berharap, suatu saat aku bisa bertemu lagi dengan pengamen tersebut. Bagiku dia adalah seorang yang sangat langka kutemui di zaman seperti ini. Seorang yang dengan ikhlas membantu tanpa pamrih, meskipun pada saat ia mengamen sedikit orang yang meberikan uluran tangannya, sekalipun orang yang telah di bantunya sebelumnya tidak mengulurkan tangannya.

Dari keadaan tersebut, sepertinya menggambarkan keadaan yang terjadi saat ini, dimana orang yang kaya tambah kaya dengan kekayaannya, dan orang sulit makin sulit dengan kesulitannya menemukan orang yang membantu mengulurkan kepedulian untuk mengulurkan tangan atas kesulitan yang mereka hadapi.

Bagiku, pengamen tadi mengingatkanku, bahwa rezeki yang telah di berikan oleh-nya kepada kita, tidak 100% itu milik kita. Ada bagian yang di berikan kepada kita, untuk kita salurkan kepada mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Ibaratnya, reziki itu hanyalah titipan dari Tuhan. Karena pada hakekatnya, amal kitalah yang kita bawa mati, bukan harta yang kita miliki.